Mental dan Naluri Penulis
Materi kuliah belajar menulis gelombang 18 bersama Om Jay hari ini memasuki pertemuan ke-9 dengan narasumber muda, cantik jelita, dengan sejuta talenta. Beliau adalah Ditta Widya Utami, S.Pd. kelahiran 1990, tapi prestasinya luarr biasa. Seorang guru yang masih muda, alumni kelas menulis gelombang 7 yang bukunya tembus ke penerbit mayor. Tak kenal maka tak sayang. Tak sayang maka tak cinta. Tak cinta maka tak tahu. Ingin kenal dengan beliau bisa ditengok profilnya di https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html Materi Bu Ditta hari ini adalah Mental dan Naluri Penulis. Yok kita simak materi beliau berikut ini !
A. Mental Seorang Penulis
Sesungguh
antara teknik menulis dan mental seorang penulis adalah dua hal yang tak bisa
dipisahkan. Di kelas pelatihan menulis ini, semua peserta tentu sudah dan akan mendapat
berbagai materi yang berhubungan dengan teknik menulis. Misal, bagaimana
membuat outline tulisan, membuat judul, teknik menulis sekali duduk, dsb. Yang
akan kita bahas adalah hal yang berkaitan dengan mentalnya. Ibarat jiwa dan
raga. Teknik menulis dan mental penulis, keduanya harus ada agar penulis dan
tulisannya bisa "hidup".
Teknik
menulis yang dimaksud adalah mencakup kemampuan seseorang dalam menulis. Mulai
dari pemilihan kosa kata, kemampuan membuat outline, pemahaman mengenai gagasan
utama, berbagai jenis tulisan, serta pengetahuan lain yang bersifat teknis. Sedangkan
mental penulis merujuk pada kondisi psikologis atau batin si penulis itu
sendiri.
Mental apa saja yang harus dimiliki penulis, Bu Ditta menuangkan dalam bentuk mind map dan video materi yang bisa disimak pada link berikut : https://dittawidyautami.blogspot.com/2021/01/menjadi-narasumber-di-wag-17-pelatihan.html?m=1
Salah
satu mental yang harus dimiliki adalah siap belajar. Kali ini kita akan lebih
menitikberatkan pada keseimbangan teknik dan mental penulis.
Dilihat
dari keseimbangan teknik dan mental penulis, maka ada 4 Tipe Penulis, yaitu :
1. Dying writer
Tipe
pertama adalah Dying Writer atau penulis yang sekarat. Termasuk dalam kategori
ini adalah mereka yang lemah secara teknik pun lemah mentalnya sebagai seorang
penulis. Seolah hidup segan mati tak mau. Misalnya ikut pelatihan menulis
setengah hati (lemah mental) dan tidak berkarya membuat tulisan (yang bisa jadi
karena lemah teknik, tidak tahu bagaimana harus menulis, mendapatkan ide, dan sebagain)
Tipe ini bukan berarti tak mampu membuat tulisan. Hanya saja, diperlukan upaya ekstra agar orang-orang ini "mau" hidup sehat kembali untuk menulis. Ibaratnya menjadi penulis masih sekedar angan-angan tanpa aksi nyata.
2. Dead man
Tipe kedua adalah Dead Man. Sesuai namanya, tulisan dari kategori ini "mati", tidak diketahui keberadaannya. Terkubur di folder laptop, terbungkus lembaran diary, atau notes yang ada di hp belum terpublish.
Tekniknya ada (sudah mampu menulis), hanya mentalnya masih lemah (malu, takut dikritik dan sbagainya) sehingga tidak berani mempublish tulisan. Belum berani membuat buku atau artikel. Padahal ilmu tentang kepenulisannya sudah mumpuni.
3. Sick people
Tipe
ketiga adalah Sick People. Orang-orang dalam kelompok ini adalah yang masih
lemah teknik menulisnya namun sudah cukup memiliki mental seorang penulis
sehingga sudah berani mempublish tulisannya. Mereka sudah siap jika ada yang
mengkritik, mengomentari tulisan mereka dan sejatinya sadar masih terdapat
kekurangan dalam tulisannya. Misal typo, penggunaan kata yang sama berulang
kali, paragraf yang terlalu panjang, dsb.
Obat bagi kategori ini tentu saja terus menulis. Tingkatkan jam terbang dalam menulis. Insya Allah dengan sendirinya akan sembuh. Karena semakin banyak menulis, semakin banyak review, semakin banyak baca, sehingga bisa meminimalkan kesalahan dalam penulisan karya.
4. Alive
Terakhir
tentu saja kategori terbaik, yaitu Alive, yaitu penulis yang tulisannya hidup
dan senantiasa berkarya seperti jantung yang terus berdetak saat pemiliknya
bernyawa. Orang-orang dalam kelompok ini sudah bisa dikatakan "ahli"
menulis (kuat teknik) serta kuat mentalnya.
Cirinya
mudah. Meski tingkatan ahli ada pemula, menengah dan sangat ahli, tapi secara
umum kita bisa mengenali mereka. Misal saat menulis sudah seperti kebutuhan
primer seperti makan. Ibaratnya, jika tak makan akan lapar. Begitu pula mereka
yang hidup dalam menulis. Akan lapar menulis bahkan jika sehari saja tak
membuat tulisan.
Ciri
yang paling kentara dari kelompok ini tentu saja seperti juara lomba menulis,
bukunya tembus di jurnal nasional, di media massa, dsb. Kelompok Alive ini
termasuk kategori pembelajar sejati. Selalu berproses. Mampu hadapi tantangan
menulis (meski puasa tetep nulis, walau sibuk menyempatkan nulis, dsb). Apakah
kita bisa menjadi alive? Tentu bisa! Yang penting terus aktif menulis dan pupuk
mental penulisnya.
Ada 2 kategorikan macam
ketakutan ketika menulis/mempublish tulisan, yaitu :
1. Takut
terkait teknik penulisan (misal takut tidak sesuai kaidah penulisan, tidak
sesuai aturan penerbit, alur dan pesan tulisan yang masih belum tampak, serta
ketakutan lain yang sejenis)
2. Ketakutan
yang berhubungan dengan (penilaian) dari orang lain. Misalnya takut dicemooh,
diejek, tidak dibaca, dsb.
Sedangkan 3 orang lainnya menyatakan tidak
memiliki ketakutan. Itulah yang patut
kita contoh. Teknik menulis akan membaik jika kita sering berlatih menulis.
Mental penulis akan terbentuk ketika kita terus melatih diri mempublikasikan
tulisan kita untuk dibaca oleh orang lain. Jika ingin menjadi penulis hebat, maka
kita harus mau meningkatkan teknik dan mental menulis kita.
B. Naluri Penulis
Pengertian naluri menurut KBBI online:
1. Naluri
adalah dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang
tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; insting;
2. Perbuatan
atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk
mempertahankan hidup, terdapat pada semua jenis makhluk hidup;
Penulis sejati berangkat dari keresahannya.
Membuatnya berbuat melalui "tulisan". Ia mengubah dunia dengan
tulisan. Mengubah orang-orang melalui goresan tintanya. Orang yang memiliki
naluri penulis, akan mengoptimalkan seluruh inderanya sehingga bisa menghasilkan
karya berupa tulisan.
Contoh
sosok yang memiliki naluri penulis : Ada
banjir yang melanda, dilihat di depan mata banyak orang mengungsi dsb, kemudian
tergerak membuat tulisan. Ada lagu syahdu yang bisa menjadi renungan, ia
tuangkan dalam bentuk tulisan.
Kenali diri kita dan lingkungan kita, lalu kita buat tulisan. Maka karya-karya yang kita hasilkan akan mengasah naluri penulis dalam diri kita. Sungguh tidak ada yang mengenali diri kita sebaik kita sendiri. Orang memang bisa menilai kita, tapi seperti apa kita sesungguhnya hanya kita yang tahu. Bagaimana cara melatih agar mental dan naluri menulis itu selalu alive? Mengutip dari seorang Kompasianer "Menulis dan teruslah untuk menulis. Karena tulisanmu sesungguhnya adalah bentuk asahan dari nalurimu!"
Tanggal pertemuan 23 April 2021
Resume ke : 6
Tema
: Mental dan Naluri Penulis
Nara sumber : Ditta Widya Utami, S.Pd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar